REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi melakukan pertemuan dengan Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph Donovan, Duta Besar Inggris Moazzam Malik, dan Duta Besar Prancis Jean Charles Berthonnet di gedung Kemlu di Jakarta, Kamis (19/4). Pertemuan ini secara khusus dimaksudkan untuk membahas krisis Suriah.
"Kami baru saja melakukan pertemuan dengan Bu Retno Marsudi. Tujuan pertemuan ini adalah untuk mendiskusikan tentang pengulangan penggunaan senjata kimia oleh Suriah, mencakup empat kasus yang teridentifikasi oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW)," ungkap Joseph Donovan seusai bertemu Menlu Retno.
Dalam pertemuan tersebut, Donovan pun menyinggung perihal serangan senjata kimia terbaru oleh rezim Suriah yang terjadi di Douma, Ghouta Timur, pada 7 April lalu. Menurutnya, serangan yang menewaskan puluhan warga sipil itu mengerikan.
Penggunaan senjata kimia di Douma menjadi alasan AS, Inggris, dan Prancis melancarkan serangan udara ke Suriah. "Serangan tersebut fokus untuk melemahkan kapabilitas senjata kimia Suriah dan pencegahan penggunaan (senjata kimia) lebih lanjut," ujar Donovan.
Moazzam Malik menerangkan, terdapat konvensi internasional yang menentukan norma internasional terkait penggunaan senjata kimia. "Konvensi penggunaan senjata kimia ini sekarang mengalami tekanan berat sebagai akibat dari penggunaan senjata kimia berulang kali oleh rezim Bashar al-Assad terhadap rakyatnya," katanya.
Oleh sebab itu, ia menilai saat ini terdapat pilihan yang sangat jelas, apakah dunia ingin menjunjung konvensi senjata kimia atau justru mengikisnya. Ia sendiri mengapresiasi pernyataan Kementerian Luar Negeri Indonesia yang mengecam penggunaan senjata kimia di Suriah.
"Kami menyambut pernyataan Indonesia dan Menlu Retno yang dirilis akhir pekan soal serangan dan penggunaan senjata kimia di Suriah. Kami mengundang Indonesia dan otoritas Indonesia untuk melangkah maju. Kami ingin mereka bergabung bersama kami dalam menuntut rezim Assad bertanggung jawab atas penyalahgunaan konvensi dan penggunaan senjata kimia," kata Moazzam.
Inggris, kata dia melanjutkan, juga berharap Indonesia bergabung dengan dunia dalam menekan sekutu Suriah, yakni Rusia. Tekanan secara khusus ditujukan agar Rusia dan Suriah memberi akses kepada tim pencari fakta OPCW ke wilayah Douma.
KemudianJean Charles Berthonnet mengomentari perihal tindakan-tindakan yang diambil Rusia guna melindungi sekutunya Suriah. "Kami menghadapi fakta bahwa dalam tahun-tahun terakhir, kami menghadapi 12 veto Rusia (di Dewan Keamanan PBB) dan enam di antaranya menyangkut senjata kimia," ujarnya.
Veto-veto Rusia tersebut tak ayal membuat proses penyelesaian di PBB mandek, terutama terkait penyelidikan penggunaan senjata kimia oleh Suriah. "Tidak ada jalan lain kecuali menyerang rezim Assad yang menggunakan senjata kimia untuk menyerang rakyatnya, termasuk anak-anak," ucapJean Charles Berthonnet.
Dua pekan lalu, tepatnya tanggal 7 April, sebuah serangan gas beracun terjadi di Douma. Douma merupakan wilayah di Ghouta Timur yang masih dikuasai kelompok pemberontak. Serangan gas beracun yang diduga senjata kimia tersebut menewaskan sedikitnya 70 orang.
Kemudian pekan lalu, AS, Inggris, dan Prancis melancarkan serangan udara ke Homs dan Damaskus, Suriah. Serangan ini merupakan respons ketiga negara atas dugaan penggunaan senjata kimia di Douma.
Dalam serangannya, ketiga negara menargetkan fasilitas-fasilitas militer yang diyakini menjadi pusat pengembangan senjata kimia Suriah.
Baca dong http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/asia/18/04/19/p7f93v383-indonesia-bahas-krisis-suriah-dengan-as-dan-sekutunyaBagikan Berita Ini
0 Response to "Indonesia Bahas Krisis Suriah dengan AS dan Sekutunya"
Posting Komentar