Search

Fahri Hamzah: KPK Cocoknya Ada di Korea Utara, Jadi Anak Buah Kim Jong

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengeluhkan dengan kelakuan KPK yang selalu membidik kepala-kepala daerah. Apalagi dia tidak sependapat KPK memiliki fungsi memata-matai (penyadapan) dan penuntutan.

"Kalau (menurut) saya, KPK itu sudah salah ya dari ujung ke ujung, dengan segala maaf saya menganggap KPK itu mengalami kematian fungsi," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (14/2).

Ketua KPK Agus Rahardjo (Dok.JawaPos.com)

Seperti saat ini, KPK selalu membidik kepala-kepala daerah. Bagi politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini lembaga antirasuah seperti sedang berburu di kebun binatang.

"Bupati yang lagi ikut Pilkada ini seperti berburu di kebun binatang, dan ini enggak ada manfaatnya, dibilang supaya ada efek jera itu bohong," tambahnya.

Oleh sebab itu KPK perlu dilakukan rekondisi seperti di luar negeri. Misalnya Hongkong. Lembaga seperti KPK ini hanya untuk melakukan investigasi. Tidak memiliki kewenangan penyadapan ‎dan penuntutan. Bahkan di Kuba saja sudah seperti Hongkong. Dengan demikian, ditegaskan Fahri, KPK lebih baik berada di Korea Utara ‎saja bukan di Indonesia.

"Jadi KPK cocoknya pindah ke Korea Utara saja, suruh jadi aparatnya Kim Jong Un. Itu cocok dia," tegasnya.

KPK kata Fahri, KPK sangat tidak cocok berada di Indonesia yang menganut sistem demokrasi‎. Orang jadi tidak bebas melakukan pertemuan. Karena takut ditangkap.

"Ada orang duduk ditangkap, ada orang lagi ngobrol di kafe ditangkap, padahal sedang merencanakan perizinan. Kan sakit bangsa ini. Orang-orang kena tangkap. Nah, KPK menikmati seolah-oleh dia berburu di kebun binatang," pungkasnya.

Sekadar informasi dalam awal tahun 2018 ini KPK sudah melakukan OTT sebanyak empat kali ke kepala daerah, yakni

1. Bupati Hulu Sungai Tengah Selatan, Abdul Latief.

Abdul Latief dijerat oleh KPK lantaran diduga menerima hadiah atau janji terkait pembangunan RSUD Damanhuri tahun 2017. Abdul Latief menerima hadiah atau janji tersebut secara bertahap.

Abdul Latief menerima fee proyek dari Direktur Utama (Dirut) PT Menara Agung Donny Winoto. Perusahaan milik Donny tersebut merupakan penggarap proyek pembangunan RSUD Damanhuri.

2. Bupati Jombang, Nyono Suharli Wihandoko

Operasi tangkap tangan (OTT) kedua di tahun 2018 terhadap kepala daerah menyasar Bupati Jombang, Jawa Timur, Nyono Suharli Wihandoko. Nyono ditangkap oleh tim Satgas KPK pada 3 Februari 2018.

Nyono ditangkap tim penindakan karena menerima suap dari Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Jombang, Inna Sulistyowati. Inna menyuap Nyono agar diangkat menjadi Kadis Kesehatan definitif.

Uang yang diterima Nyono dari Inna merupakan uang pungli dari 34 Puskesmas di Jombang. Dari uang hasil pungli tersebut, Nyono mendapat jatah 5 persen, sementara Inna satu persen. Satu persen lagi untuk paguyuban puskesmas Jombang.

3. Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), Marianus Sae

KPK menjerat Bupati Marianus sebagai tersangka kasus dugaan menerima fee dari proyek-proyek di Kabupaten Ngada.

Pria yang pernah memblokir Bandara Turelelo Soa pada 21 Desember 2013 ini ditetapkan sebagai tersangka menerima uang suap dari Direktur PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu sebagai tersangka.

4. Bupati Subang, Imas Aryumningsih

OTT yang dilakukan oleh KPK terhadap kader Partai Golkar ini diduga masalah kewenangan perizinan. Dalan OTT ini KPK menyita uang ratusan juga sebagai bukti transaksi suap terkait pemberian izin oleh kepala daerah.

(ce1/gwn/JPC)

Let's block ads! (Why?)

Baca dong https://www.jawapos.com/read/2018/02/14/188778/fahri-hamzah-kpk-cocoknya-ada-di-korea-utara-jadi-anak-buah-kim-jong

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Fahri Hamzah: KPK Cocoknya Ada di Korea Utara, Jadi Anak Buah Kim Jong"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.