CARACAS, KOMPAS.com - Seperti apakah hiperinflasi di Venezuela? Bisa jadi separah ketika tumpukan uang kertas banyak dibutuhkan untuk membeli ayam potong dengan harga lebih dari 14 juta Bolivar.
Siapa pun yang membelinya mungkin membutuhkan gerobak dorong untuk mengangkut uang ke tukang daging di sana. Harga beberapa bahan kebutuhan masih naik beberapa kali sejak saat itu.
Dana Moneter Internasional (IMF) meramalkan bahwa harga-harga di Venezuela akan terus melonjak hingga 1 juta persen tahun ini.
Ekonom Steve Hanke menyebutkan harga-harga barang yang sudah berlipat ganda dalam 18 hari terakhir.
Baca juga: Hiperinflasi di Venezuela, 1 Kg Tomat Dibanderol 5 Juta Bolivar
Hal itu membuat banyak orang kelaparan di Venezuela. Sementara lebih dari satu juta orang telah mencoba melarikan diri dari negara itu. Sehingga tidak heran, rakyat Venezuela kehilangan kepercayaan pada mata uang mereka sendiri.
"Bank sentral telah mencetak lebih banyak uang untuk mencoba mengembalikan keadaan dan membayar tagihan pemerintah, membuat uang yang sudah ada pada perputaran ekonomi semakin tidak berharga," kata Jeremy Thomson-Cook, ekonom di World First seperti dikutip dari BBC.
Pendapatan pemerintah dari produksi minyak telah turun tajam karena produksi menurun. Sementara itu, uang tunai yang baru dicetak langsung kehilangan nilainya.
Venezuela saat ini ada di tahun keempat resesi, telah bergabung dalam daftar menyedihkan negara-negara lain yang ekonominya ambruk karena hiperinflasi melanda mereka.
"Situasi di Venezuela mirip dengan di Jerman pada tahun 1923 atau di Zimbabwe pada akhir 2000-an," kata salah seorang Direktur IMF, Alejandro Werner pada tulisannya di blog.
Dulu, Zimbabwe mendevaluasi mata uangnya untuk mengurangi beberapa angka nol dari uang mereka. Namun tindakan itu gagal menyelesaikan masalah di negara itu.
Zimbabwe akhirnya meninggalkan mata uangnya dan sebagian besar menggunakan dollar AS sebagai alat transaksi mereka.
Pekan lalu, Venezuela pun telah melakukan devaluasi mata uang mereka. Pemerintah menghapus lima nol di bolivar.
Para ekonom pun menyebut, hal itu akan gagal menyelamatkan ekonomi Venezuela terutama karena telah mencoba trik yang sama sebelumnya.
"Saya akan mengatakan hal ini memiliki peluang rendah untuk bekerja secara ekonomi," ujar Jeremy.
Venezuela juga mencoba untuk mengadopsi taktik lain, Pemerintahan Maduro mencoba menghubungkan nilai mata uang mereka dengan cryptocurrency yang mereka sebut Petro.
Petro ini juga dikaitkan dengan nilai produksi minyak negara yang semakin menipis.
"Rencananya tidak koheren," kata Presiden organisasi bisnis Fedecamaras Carlos Larrazabal dikutip dari BBC.
"Mata uang" digital yang bukan mata uang dalam pengertian tradisional sangat tidak stabil baru-baru ini, karena Bitcoin terkenal cepat melonjak dan kemudian jatuh nilainya. Ini semua aset tidak berharga yang berdagang satu sama lain," tambah Jeremy.
Sementara Jeremy Stretch dari CIBC World Markets mengatakan, yang harus dilihat adalah penyebab persoalan itu terjadi. "Ada ketidakstabilan yang melekat karena tingkat produksi minyak turun drastis," sebutnya.
Jika para pebisnis dan ekonom benar, akan ada kejatuhan ekonomi lebih lanjut dan mungkin lebih banyak lagi upaya untuk mengubah mata uang.
Pemerintah Maduro tidak akan semudah Zimbabwe untuk mengadopsi dollar AS sebagai alat transaksi mereka. Pasalnya, AS bisa dibilang musuh bebuyutan Pemerintahan Maduro.
BBC menyebut, pergantian pemerintahan mungkin jadi satu-satunya cara untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada mata uang Venezuela.
Baca dong https://ekonomi.kompas.com/read/2018/08/23/172932026/hiperinflasi-di-venezuela-harga-ayam-pun-capai-14-juta-bolivar
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Hiperinflasi di Venezuela, Harga Ayam Pun Capai 14 Juta Bolivar"
Posting Komentar