Laporan Wartawan Republik.co.id, Erdy Nasrul, dari Makkah Arab Saudi
IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Area Jamarat Mina yang biasanya hanya dilewati prajurit militer (askar) kini menjadi lautan manusia. Sekitar tiga juta jamaah haji dari berbagai penjuru dunia tumpah-ruah di sana. Sebagian besar berada di kompleks tenda (maktab) yang tersebar di berbagai penjuru Mina.
Tenda jamaah asal Timur Tengah tersebar sekitar 300 meter sampai satu kilometer dari bangunan tiga lantai Jamarat. Di sana juga terdapat sebagian tenda jamaah haji khusus asal Indonesia yang dilengkapi dengan kasur tidur.
Sementara itu, tenda jamaah haji reguler dari Tanah Air berada di luar terowongan Muaishim yang jaraknya mencapai dua kilometer. Bahkan ada tenda jamaah Tanah Air ada yang berjarak lebih dari lima kilometer dari Jamarat. Letaknya di Mina Baru (Mina jadid) yang langsung berbatasan dengan Muzdalifah.
Meski berjarak jauh, jamaah tidak difasilitasi kendaraan bermotor untuk mencapai area jamarat. Petugas Pemerintah Arab Saudi dan Kementerian Agama RI hanya mengarahkan jamaah berjalan kaki yang jauh. Dalam kondisi tubuh yang lelah setelah berwukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah, jamaah masih harus menapaki jejak para nabi dengan bersusah payah.
Pada Selasa (21/8) pagi jamaah dengan pakaian ihram lusuh berjalan sambil menyuarakan talbiyah dan takbir menuju lantai tiga jamarat. Area tersebut dikhususkan untuk jamaah haji Asia. Di sanalah mereka melaksanakan rukun haji lempar jumrah aqabah, yaitu di tiang ketiga yang paling dekat berbatasan dengan Kota Makkah.
Puluhan askar berjaga di pinggiran jalan. Mereka mengarahkan jamaah menuju area lontar. Ketika sampai di tembok dengan tinggi satu meter yang menjadi pembatas jamaah dan tiang jamarat, prosesi lontar jumrah dimulai. Sambil berucap bismillahi Allahu akbar, jamaah melemparkan batu ke tiang besar di sana sebagai tanda memerangi setan yang mengganggu konsistensi jamaah dalam takwa.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifudin mengatakan selama prosesi tersebut jamaah akan dikawal sejumlah petugas. Ada petugas kelompok terbang (kloter) yang terdiri atas tim pembimbing ibadah haji (TPIHI), tim kesehatan, ketua kloter, ketua rombongan, dan kepala regu. Mereka akan mendampingi jamaah menuju tempat melontar.
Petugas haji juga bersiaga di sejumlah titik jalan. Ada petugas perlindungan jamaah (linjam), tim gerak cepat (TGC), tim promotif preventif (TPP), tim pertolongan pertama pada jamaah haji (P3JH). Bahkan tim Media Center Haji (MCH) diperbantukan. Mereka tergabung dalam tim mobile crisis and rescue (MCR).
“Semuanya bergerak untuk melayani jamaah. Terlihat ada saja jamaah kelelahan. Petugas langsung sigap mengevakuasi mereka ke pos kesehatan terdekat untuk mendapatkan bantuan,” kata Lukman di Makkah pada Rabu (22/8).
Menag mengatakan jamaah akan mabit (tinggal) di Mina sampai Kamis (23/8) bagi gelombang pertama. Mereka melaksanakan jumrah aqabah pada Selasa (21/8) atau 10 Dzulhijjah. Kemudian dilanjutkan dengan lempar pertama (ula), pertengahan (wustha), dan aqabah, sehari kemudian. Terakhir adalah tiga kali lemparan wajib haji berikutnya pada Kamis (23/8) yang bertepatan dengan 12 Dzulhijjah atau hari tasyrik kedua.
Jamaah gelombang pertama (nafar awal) harus meninggalkan Mina sebelum matahari terbenam. Jika malam tiba sementara masih menetap di area itu, maka jamaah harus berada di Mina sampai selesai hari Tasyrik bersama mereka yang tergabung dalam gelombang kedua (nafar tsani). Sedangkan gelombang kedua adalah jamaah yang menyempurnakan lempar jumrah sampai pengujung hari tasyrik pada Jumat (24/8) yang bertepatan dengan 13 Dzulhijjah.
Berita Terkait
Menag menjelaskan prosesi lempar jumrah adalah yang paling melelahkan. Jamaah dituntut memiliki kondisi fisik yang benar-benar sehat. Ketika berjalan menuju jamarat jamaah harus berjibaku dengan suhu panas Saudi yang pada siang hari mencapai 45 derajat celsius. Sedangkan malam hari, suhu berada di kisaran 30 hingga 35 derajat.
Area jamarat yang menuju Syisyah dilengkapi dengan ratusan penyemprot air yang meningkatkan kelembaban udara. Petugas juga membawa botol penyemprot air untuk membasahi wajah jamaah. Sarana tersebut menyegarkan jamaah yang kelelahan setelah berjalan kaki jauh.
Kepala Satuan Operasi (Sat ops) Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina) Jaetul Muchlis mengimbau jamaah haji berhati-hati selama melaksanakan jumrah. Petugas kloter harus memastikan kehadiran dan kebersamaan setiap anggotanya. “Jangan sampai ada jamaah terpisah dari rombongan,” katanya.
Petugas juga diarahkannya untuk menyisir wilayah jamarat. Jika menemukan jamaah tersesat, petugas dapat langsung mengarahkan mereka menuju tenda maktab yang berada di luar terowongan Muaishim. “Semua petugas siaga 24 jam. Jadi kapan pun jamaah membutuhkan pertolongan, kami siap,” kata Jaetul.
Baca dong https://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/18/08/22/pduxr1384-jamarat-jadi-lautan-manusia
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jamarat Jadi Lautan Manusia"
Posting Komentar