Search

Cerita Warga Afghanistan dan Kertas di Dompet untuk Hadapi Kematian


KABUL, KOMPAS.com - Berbagai serangan yang menimpa Afghanistan membuat warganya selalu siap menghadapi kematian.

Terselip di dompet salah satu penduduk Afghanistan, Mujeebullah Dastyar, sebuah catatan kecil di atas kertas yang berisi sejumlah informasi penting seperti nomor telepon, golongan darah, dan alamat kantor.

"Kalau saya terluka atau mati dalam insiden penyerangan, setidaknya dokter akan mendapatkan informasi tentang saya," katanya, seperti yang dilansir dari Al Jazeera, Minggu (28/1/2018).

Seperti banyak penduduk lainnya di Kabul, Afghanistan, pria berusia 28 tahun itu makin putus asa, setelah serangan yang diklaim kelompok Taliban mengguncang ibu kota telah menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai 235 orang.

"Banyak orang hilang setelah serangan Sabtu kemarin dan keluarganya terus mencari mereka," katanya.

Baca juga : Jumlah Korban Tewas Bom Ambulans di Afghanistan Jadi 103 Orang

"Salah satu teman saya juga hilang dan kami telah mengunggah di media sosial mengenai dia untuk mengetahui di rumah sakit mana dia berada, atau apakah dia masih hidup atau meninggal," ucap Dastyar.

Dengan kegelisahan akut yang menerpa seluruh kota, pria yang berprofesi sebagai pegawai pemerintah ini mulai rutin menghubungi orangtuanya.

"Mereka khawatir sekali mengenai kondisi saya," katanya.

Serangan bom bunuh diri dengan menggunakan mobil ambulans di Kabul, pada Sabtu (27/1/2018) menjadi hari paling tragis bagi Dastyar.

"Saya selalu menyaksikan perang sejak lahir, jadi saya merasa siap untuk hal apapun. Saya sudah berpengalaman dengan cara ini sekarang," ucapnya.

Dastyar menyimpan selembar kertas ini di sakunya berisi informasi pribadi penting (Al Jazeera) Dastyar menyimpan selembar kertas ini di sakunya berisi informasi pribadi penting (Al Jazeera)

Sesaat setelah teror bom menyerang, suara sirine terdengar di seluruh kota.

Seorang mahasiswi, Fazila Shahedi (20), yang sedang mengikuti kelas di universitas, merasa ketakutan ketika dia mendengar bunyi sirine ambulans yang selalu mengingatkannya dengan ledakan mematikan.

Seperti Dastyar, Shahedi juga membawa sepotong kertas yang berisi informasi penting tentang dirinya.

"Saya menaruh kertas itu di dompet dan saku jaket," katanya.

"Ketika saya meninggalkan ruangan, saya bertanya pada diri sendiri, akankah saya kembali atau tidak? Saya masih muda, dan saya tidak ingin mati," ujarnya.

Kenangan Mei 2017

Ledakan menggunjang pusat Kabul, sebuah kota yang ditinggali oleh 5 juta penduduk, di mana pada siang hari, pengebom bunuh diri meledakan sebuah ambulans yang berisi bahan peledak di dekat gedung kementerian, sekolah, kantor pemerintah, dan rumah sakit.

Kehancuran pada Sabtu kemarin membawa kenangan pada serangan 31 Mei tahun lalu.

Sebuah bom truk mengguncang jantung kota Kabul yang menewaskan 150 orang. Insiden tersebut menjadi serangan paling berdarah di ibu kota Afghanistan.

Baca juga : Sudah 80 Orang Tewas Akibat Ledakan Bom di Kawasan Diplomatik Kabul

Hingga kini, belum ada kelompok yang bertanggung jawab atas peristiwa Mei 2017.

"Masalahnya terletak di sistem keamanan. Selalu ada orang dalam yang membantu teroris merencanakan penyerangan," kata Jawid Kohistani, mantan pejabat intelijen dan militer Afghanistan.

"Setiap mereka menyerang, mereka menggunakan teknik yang berbeda. Seperti kemarin, mereka menggunakan ambulans. Ini tidak pernah diperkirakan," tambahnya.

Dalam penyerangan di seluruh negeri, aparat kemanan termasuk polisi juga sering menjadi target.

Baca juga : Kisah Staf Kantor Lembaga Amal Afghanistan Ketika ISIS Menyerang

"Polisi hampir terbunuh setiap hari, mereka dibayar sedikit dan hampir tidak ada keamanan yang diberikan kepada keluarga mereka," ucapnya.

"Mereka tidak dilengkapi senjata untuk menghadapi serangan dan terorisme yang terus meningkat," katanya.

Bulan belum berganti di tahun ini, tapi serangan terus menerpa Afghanistan. Pada 21 Januari 2018, serangan yang diklaim Taliban di Hotel Intercontinental, Kabul, menewaskan lebih dari 20 orang.

Pada 24 Januari 2018, ISIS membunuh sedikitnya tiga orang di kantor lembaga amal Save the Children, di Jalalabad.

Let's block ads! (Why?)

Baca dong http://internasional.kompas.com/read/2018/01/29/16530051/cerita-warga-afghanistan-dan-kertas-di-dompet-untuk-hadapi-kematian

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Cerita Warga Afghanistan dan Kertas di Dompet untuk Hadapi Kematian"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.