Search

Warga Ghouta seperti Menunggu Giliran Mati

DAMASKUS, (PR).- Kondisi di kota Ghouta, Suriah, masih sangat memprihatinkan. Pasukan Assad mengabaikan seruan dunia internasional untuk menghentikan pengeboman di kota yang dikuasai kaum oposisi tersebut.

Dilansir Yahoo News, warga distrik Ghouta di Suriah timur, Rabu 21 Februari 2018, mengatakan mereka menunggu "giliran untuk mati". Mereka ada di tengah pemboman terparah oleh pasukan pro-pemerintah di daerah kantong pemberontak yang terkepung di dekat Damaskus.

Sedikitnya 23 orang tewas di desa Arbin dan Saqba dan lebih dari 200 lainnya luka-luka dini hari Rabu. Ini menambah jumlah korban tewas yang dibantai di Ghouta sejak Senin pekan ini. Lembaga pemantau HAM Suriah (SOHR) yang berbasis di Inggris, mengatakan, sedikitnya 296 orang telah terbunuh di distrik tersebut dalam tiga hari terakhir.

Ghouta bagian timur, sebuah distrik pertanian padat penduduk di pinggiran Damaskus, adalah kota besar terakhir di dekat ibukota yang masih berada di bawah kontrol oposisi. Kota yang merupakan rumah bagi 400.000 orang itu, telah dikepung pasukan pemerintah selama bertahun-tahun.

Pasukan Assad ingin merebut kota tersebut dari oposisi. Sehingga mereka meluncurkan operasi pengeboman besar-besaran ke kawasan tersebut. Operasi ini menyebabkan hampir 300 orang tewas dan ratusan lainnya terluka. Kekerasan di Ghouta tercatat sebagai perang sipil paling mematikan di Suriah.

Foto-foto Reuters yang diambil di Ghouta timur pada hari Rabu menunjukkan orang-orang berupaya mencari kerabat mereka di reruntuhan bangunan yang hancur. Mereka juga tampak membawa sejumlah warga yang selamat yang berlumur darah ke rumah sakit.

PBB mengecam

Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengecam pengeboman tersebut. Apalagi bom juga telah menyerang rumah sakit dan infrastruktur sipil lainnya. PBB mengatakan, serangan semacam itu bisa menjadi kejahatan perang.

SOHR mengungkapkan pasukan pro-pemerintah pada Rabu pagi menembakkan ratusan roket dan menjatuhkan bom dari helikopter ke sejumlah distrik dan desa di Ghouta.

"Kita menunggu giliran kita untuk mati. Ini adalah satu-satunya yang bisa saya katakan," kata Bilal Abu Salah, 22, yang istrinya hamil lima bulan di Ghouta, Rabu, seperti dilaporkan Yahoo News.

"Hampir semua orang yang tinggal di sini tinggal di pengungsian karena banyak rumah hancur. Ada lima atau enam keluarga di satu barak pengungsian. Tidak ada makanan, tidak ada pasar," kata Bilal menambahkan.

Menyangkal

Serikat bantuan medis dan lembaga kemanusiaan asing mengatakan pengeboman mengakibatkan delapan fasilitas medis di Ghouta timur hancur, Selasa, 20 Februari 2018. Serikat ini yang mendanai rumah sakit di sejumlah kawasan Suriah.

Pemerintah Suriah dan sekutunya Rusia telah mendukung Assad dengan kekuatan udara sejak 2015. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak menargetkan warga sipil. Mereka juga menyangkal menggunakan bom yang dijatuhkan dari helikopter yang penggunaannya telah dikutuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Masih dikutip dari Yahoo News, seorang komandan pasukan koalisi (Rusia-Iran-Suriah) pro-Assad mengatakan pada Reuters tentang tujuan pengeboman. Tujuan pengeboman ntuk mencegah pemberontak menargetkan wilayah timur Damaskus dengan serangan mortir. "Serangannya belum dimulai, ini adalah pemboman awal," kata komandan tersebut.

Pemberontak atau kelompok oposisi, kata komandan yang namanya tak disebutkan itu, juga telah menembakkan mortir ke distrik Damaskus dekat Ghouta timur. Mortir itu melukai dua orang pada hari Rabu. Serangan mortir kelompok oposisi membunuh setidaknya enam orang pada hari Selasa.

Semakin mengkhawatirkan

"Hari ini, daerah pemukiman, hotel Damaskus, serta Pusat Rekonsiliasi Suriah di Rusia, mendapat pengeboman besar-besaran oleh kelompok bersenjata ilegal dari Ghouta timur," kata Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Selasa.

Ghouta Timur adalah salah satu kelompok "zona deeskalasi" di bawah inisiatif gencatan senjata yang disepakati oleh sekutu Assad, Rusia dan Iran dengan Turki yang selama ini mendukung oposisi.

Kondisi di Ghouta timur, yang telah terkepung oleh peperangan antara pasukan Assad dan oposisi sejak 2013, telah semakin mengkhawatirkan banyak pihak. Lembaga bantuan kemanusian di Suriah mengatakan bahwa Ghouta saat ini kekurangan pangan, obat-obatan dan kebutuhan dasar lainnya.***

Let's block ads! (Why?)

Baca dong http://www.pikiran-rakyat.com/luar-negeri/2018/02/22/warga-ghouta-seperti-menunggu-giliran-mati-419959

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Warga Ghouta seperti Menunggu Giliran Mati"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.