Search

Kim Jong-un: Bukan 'putra mahkota' tapi akhirnya bisa menjadi pemimpin Korea Utara

Cuaca sungguh sangat dingin di Pyongyang pada 28 Desember 2011.

Salju turun dengan lebat saat mobil Lincoln Continental warna hitam bergerak perlahan melalui jalan-jalan kota.

Di atapnya diletakkan peti jenazah berhiaskan karangan bunga krisantemum putih. Di dalamnya terdapat jasad Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-il.

Kerumunan orang berpakaian gelap berdiri di sepanjang jalan. Para tentara tampak harus menenangkan orang-orang yang menangis histeris seraya memukul dada dan berteriak "Bapak, Bapak".

Di samping mobil, berjalan anak laki-laki dan penerus diktator yang meninggal, Kim Jong-un. Umurnya baru 27 tahun, dia terlihat terbawa suasana. Beberapa kali dia menangis saat upacara pemakaman berlangsung.

Tepat di belakangnya, berjalan berapa laki-laki tua yang dikenal sebagai para petinggi pemerintah, para pemegang kekuasaan di Pyongyang. Setidaknya itulah anggapan orang-orang.

Di tahun 1950-an, kakek Kim Jong-un, Kim Il-sung memulai keunikan di dunia komunis: kepemimpinan berdasarkan garis keturunan laki-laki di Korea Utara.

Selama hampir 20 tahun, Kim mempersiapkan anak laki-laki tertuanya, Kim Jong-il, untuk menjadi penggantinya. Ke mana dia pergi, putra mahkotanya ada di sampingnya.

Pada tahun 1994, ketika tokoh tua tersebut meninggal dunia, Kim Jong-il langsung berkuasa. Tetapi ketika dia tiba-tiba meninggal tahun 2011, tak ada yang siap menggantikannya karena proses magang untuk menjadi Pemimpin Tertinggi Korea Utara bahkan belum dimulai.

Bisa dipahami banyak pengamat memperkirakan dinasti ini akan segera runtuh, analisis yang terbukti keliru.

Beberapa bulan setelah pemakaman Kim Jong-il, Kepala Staf Umum Ri Yong-ho dan Menteri Pertahanan Kim Yong-chun dipecat. Sampai sekarang tidak seorang pun tahu di mana Ri.

Lalu pada Desember 2013, Kim Jong-un mengambil langkah dramatis. Pamannya sendiri, Chang Song-thaek, diciduk dari rapat partai atas tuduhan makar dan kemudkian dieksekusi.

Sejumlah laporan yang belum bisa dikukuhkan bahkan menyebutkan senjata antipesawat tempur digunakan untuk membunuh Chang Song-thaek.

Dari tahun 2012 sampai 2016, Kim melakukan aksi pembersihan besar-besaran di Korea Utara, yang terbesar sejak zaman kakeknya. Institut Strategi Keamanan Nasional Korea Selatan mengatakan 140 perwira senior di tubuh militer dan pejabat pemerintah dieksekusi. Sekitar 200 orang lainnya dipecat atau dijebloskan ke penjara.

Kim Jong-un melenyapkan siapa pun yang menghalanginya, menggantikan mereka dengan kader-kader muda yang setia mendukungnya. Anak-anak muda ini dipimpin langsung oleh kakak perempuannya sendiri, Kim Yo-jong, yang pada 2017 diangkat menjadi anggota Politbiro pada usia 30 tahun.

Sekarang, tak seorang pun meragukan lagi siapa yang memegang kuasa di Pyongyang: Kim Jong-un adalah Pemimpin Tertinggi Korea Utara.

Minum teh di jembatan

Sore yang hangat pada April 2018. Kim Jong-un duduk di jembatan kayu di wilayah zona demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan.

Enam tahun berlalu sudah, sejak hari yang sangat dingin di Pyongyang.

Kim menghirup teh dan mendengarkan dengan serius apa yang disampaikan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in. Pertemuan disiarkan langsung ke seluruh dunia, namun tidak ada yang tahu apa persisnya yang dibicarakan Kim Jong-un dan Moon Jae-in.

Selama kurang lebih setengah jam, banyak orang di dunia terpana menonton 'pembicaraan bisu' tersebut, berusaha menerjemahkan bahasa tubuh mereka.

Ini adalah perkembangan dramatis. Hanya beberapa bulan sebelumnya, Kim melakukan uji penembakan peluru kendali ke arah Jepang dan mengancam akan menyerang Seoul dan Amerika Serikat.

Sekarang dia duduk, tersenyum, perhatiannya tersita dalam perbincangan dengan musuh terbesarnya.

Bagaimana Anda bisa memahami pertemuan yang diikuti oleh laki-laki yang siap membunuh pamannya sendiri?

Pertemuan Kim Jong-un dan Moon Jae-in menyisakan banyak pertanyaan. Apa yang Kim inginkan? Apakah ini sekedar gertak sambal, sebelum ia melancarkan serangan? Atau apakah Kim sekarang memang akan mengambil arah yang berbeda dengan sang kakek dan sang ayah?

Jenderal kecil

Saat itu tahun 1992 dan di sebuah villa di Pyongyang sedang berlangsung pesta ulang tahun khusus untuk seorang anak laki-laki berumur delapan tahun. Dari sekian banyak hadiah untuknya, ada satu hal yang tampak mencolok.

Seragam jenderal. Bukan mainan, tetapi pakaian yang sebenarnya. Memang ukurannya lebih kecil tetapi tetap barang asli seragam jenderal Angkatan Bersenjata Rakyat Korea.

Orang-orang lain, jenderal-jenderal lain yang jauh lebih tua tiba di pesta dan membungkuk di depan anak laki-laki itu. Bocah itu bernama Kim Jong-un.

Cerita tentang bagaimana anak delapan tahun ini menjadi "Jenderal Kim" disampaikan kembali kepada Washington Post lewat sebuah wawancara dengan tante Kim, Ko Yong-suk, di tahun 2016.

Hampir dua puluh tahun sebelumnya Ko Yong-suk dan suaminya membelot ke Barat. Mereka sekarang tinggal di luar New York.

Dalam wawancara, Ko mengatakan pesta ulang tahun tersebut membuatnya yakin Kim Jong-un telah dipilih menjadi pengganti ayahnya Kim Jong-il.

"Adalah tidak mungkin baginya untuk tumbuh sebagai manusia biasa karena orang-orang di sekitar memperlakukannya seperti itu," kata Ko.

Beberapa tahun kemudian, Ko Yong-suk ditugaskan untuk mendampingi Kim Jong-un ketika ayahnya memasukkannya ke sekolah swasta di Swiss.

Ko Yong-suk menggambarkan Kim sebagai seorang remaja yang mudah marah dan sombong.

"Dia bukan orang yang suka bikin masalah, tetapi dia mudah marah dan tidak toleran. Ketika ibunya marah karena ia terlalu banyak bermain dan kurang belajar, dia tidak menjawab, tetapi dia akan protes dengan melakukan mogok makan."

Lewat peristiwa-peristiwa kecil seperti inilah kita mengetahui masa kecil Kim Jong-un. Memang tidak terlalu banyak untuk bisa mengetahui gambaran tentang dirinya dan mengapa dia dipilih menggantikan ayahnya, bukannya kakak laki-lakinya Kim Jong-chol dan kakak tirinya Kim Jong-nam.

Orang pertama yang meramalkan bahwa Kim Jong-un kelak akan menjadi pemimpin Korea Utara adalah chef atau juru masak sushi Jepang yang dikenal dengan nama samaran Kenji Fujimoto.

Pada 1990-an, tiba-tiba saja Fujimoto masuk ke lingkaran dalam Kim. Dia mendapat tugas memasak makanan Jepang untuk Kim Jong-il. Fujimoto menggambarkan Kim Jong-un kecil sebagai 'teman bermainnya'.

Tahun 2001, Fujimoto kembali ke Jepang dan menerbitkan kisahnya berada di keluarga penguasa Korea Utara. Di dalam buku itu dia menceritakan pertemuan pertama dengan Kim Jong-un dan kakak laki-lakinya, Kim Jong-chol.

"Pertama kali saya bertemu kedua pangeran muda, mereka mengenakan seragam militer. Mereka berjabat tangan dengan para staf. Tetapi ketika menyalami tangan saya, Pangeran Kim Jong-un menatap dingin. Sepertinya dia mengatakan, 'Kami benci orang Jepang seperti kamu'. Saya tidak akan pernah melupakan tatapan tajamnya. Saat itu, dia berumur tujuh tahun."

Di buku keduanya, yang terbit pada 2003, Fujimoto menulis:

"(Orang-orang mengatakan) Kim Jong-chol besar kemungkinan akan menjadi pengganti (Kim Jong-il). Tetapi saya sangat meragukan pandangan itu. Kim Jong-il sering mengatakan, 'Jong-chol tidak bagus, dia seperti anak perempuan'. Jong-un, pangeran kedua, adalah anak kesayangan Kim Jong-il. Jong-un sangat mirip ayahnya. Badannya mirip bapaknya."

Fujimoto juga menulis, meski semua isyarat menunjukkan Kim Jong-un disiapkan menjadi pemimpin masa depan, sang ayah tak pernah mengirim sinyal ini secara terbuka ke rakyat Korea Utara.

Ini adalah sebuah ramalan yang menakjubkan. Saat itu Kim Jong-un belum diperkenalkan ke rakyat Korea Utara, apalagi ke dunia. Sebagian besar kehidupan masa kecilnya masih dirahasiakan.

Pertarungan dalam dinasti

Ketika Choi Min-jun berumur 14 tahun, dia terpilih untuk bergabung ke unit paling elite di tubuh militer Korea Utara, Komando Pengawal Tertinggi. Sekarang dia tinggal di di Korea Selatan dengan nama palsu setelah memutuskan untuk membelot dan meninggalkan Korea Utara.

Baru-baru ini ada kesempatan untuk melihat lebih dekat unit rahasia yang bertugas melindungi dinasti kerajaan Korea Utara. Ketika Kim Jong-un tiba di KTT dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada bulan April, sekelompok pengawal jangkung berseragam terekam berlari di samping limosin Mercedes-nya.

Mereka ini adalah bagian dari kelompok inti Komando Pengawal Tertinggi, unit paling elite dari kelompok-kelompok yang ada di puncak kekuasaan.

Choi Min-jun gagal menjadi anggota unit karena postur badannya tidak cukup tinggi. Alasan yang lebih kuat sebenarnya bukan soal tinggi badan, dia tidak berasal dari kelas elite.

"Saya tidak dilahirkan di kelompok teratas masyarakat," kata Choi kepada saya, " jadi, saya tidak akan bertugas menjadi pengawal pribadi Pemimpin Tertinggi. Saya ditugaskan di unit petempur."

Meskipun menyatakan diri sebagai negara sosialis, Korea Utara memiliki sistem kasta yang rumit dan kaku, yang mengelompokkan setiap orang berdasarkan keturunannya. Ini biasa disebut Songbun.

Situs NKNews mengartikan Songbun sebagai membagi penduduk ke dalam beberapa kelompok, berdasarkan tindakan dan status keluarga ayah saat zaman penjajahan Jepang dan Perang Korea. Songbun menentukan apakah seseorang diizinkan tinggal di ibu kota, pekerjaan yang diberikan dan jenis pendidikan yang dapat diterima.

Yang lebih penting lagi, status Songbun tidak bisa diubah. Jika kakek Anda berperang melawan Jepang saat pendudukan Korea, maka Anda dipandang 'setia'. Jika Anda bekerja untuk penjajah Jepang, Anda adalah seorang 'musuh' dan status Anda ini akan berlaku selamanya.

Keluarga Choi sendiri adalah petani. Mereka tidak pernah bekerja untuk Jepang, tetapi juga tidak menentang mereka. Dan karena itulah Choi ditempatkan di unit petempur. Dengan status ini, ia masih dianggap 'setia'.

"Di Korea Utara, Anda dicuci otak sejak kecil," katanya. "Saya diajarkan bahwa keluarga Kim adalah dewa. Dan saya meyakininya.

Media playback tidak ada di perangkat Anda

"Ketika Kim Il-sung menyampaikan pidato tahun barunya dan mengatakan tahun ini kita harus menambang lebih banyak batu bara, saya mengatakan, 'Saya akan ke pertambangan!' Saya sebegitu naif dan setia kepada keluarga Kim."

Choi kemudian mengetahui keberadaan Komando Pengawal Tertinggi yang sejatinya dibentuk untuk melindungi keluarga Kim dari rakyatnya sendiri, bukan dari musuh asing.

"Bagi keluarga Kim, semua orang berpotensi menjadi musuh," katanya kepada saya. Militer Korea Utara, Kementerian Staf Umum, Kementerian Angkatan Bersenjata, mereka semua bisa menjadi musuh."

Choi dilatih untuk tidak mempercayai siapa pun, bahkan orang tuanya sendiri.

Kecurigaan yang tak berdasar di keluarga Kim makin besar dan ini diikuti dengan penambahan jumlah personel pasukan keamanan pribadinya.

"Ketika keluarga Kim menyaksikan runtuhnya blok Timur dan Uni Soviet, mereka kaget," katanya. "Mereka menambah jumlah anggota Komando Pengawal Tertinggi. Sekarang anggotanya hampir 120.000 tentara."

Seperti keluarga kerajaan abad pertengahan, rezim Kim iri terhadap kekuasaan musuh-musuhnya di dunia.

Dan seperti banyak keluarga kerajaan lainnya, mereka kadang-kadang membunuh untuk melindungi posisi mereka.

Saudara laki-lakinya

Pada tanggal 12 Februari 2017, sekelompok orang berkumpul di sebuah rumah makan di ibu kota Malaysia, Kuala Lumpur. Mereka datang untuk merayakan ulang tahun ke-25 perempuan Indonesia, Siti Aisyah. Video yang direkam dengan telepon genggam milik salah seorang temannya memperlihatkan Siti sedang tertawa, meniup lilin dan bernyanyi.

Dalam kesempatan ini, Siti Aisyah menyampaikan kabar gembira kepada teman-temannya bahwa ia mendapatkan pekerjaan pada sebuah acara realita TV. Akhirnya dia dapat keluar dari tempat permandian nista Kuala Lumpur. Teman-temannya bersulang, "Kamu akan menjadi bintang!"

Pagi berikutnya di bandara Kuala Lumpur, Siti Aisyah melihat sasarannya, seorang pria botak, memakai kaos biru dan jaket sport. Saat dia mendekati bagian check-in Siti mendekat dan menyiram mukanya.

"Apa yang kau lakukan?" katanya dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah.

"Maaf," kata Siti yang segera melarikan diri.

Berdasarkan penuturannya - yang membuatnya didakwa melakukan pembunuhan oleh pemerintah Malaysia - ini semua hanyalah olok-olok atau lucu-lucuan untuk acara TV.

Di sebuah kafe, hanya berjarak beberapa meter, duduk sekelompok agen Korea Utara. Mereka sepertinya puas karena misi mereka telah rampung. Rekaman CCTV memperlihatkan mereka berjalan ke gerbang keberangkatan dan menaiki penerbangan ke Dubai.

Pria gemuk tersebut mulai merasa tidak enak. Wajahnya gatal dan sulit bernafas. Dalam beberapa menit kemudian dia pingsan di kursi. Staf bandara memanggil ambulans.

Sementara kendaraan itu dikemudikan dengan cepat menembus Kuala Lumpur, paru-parunya dipenuhi larutan dan dia meninggal dunia.

Paspor pria ini menyebutkannya sebagai diplomat Korea Utara bernama Kim Chul. Pria yang meninggal itu sebenarnya adalah Kim Jong-nam, kakak tiri Kim Jong-un.

Kim Jong-nam meninggal karena VX, racun syaraf yang sangat kuat. Sebutir pasir saja dari racun ini sudah cukup untuk membunuh seseorang.

Yang dialaminya adalah pembunuhan yang kurang ajar - meskipun Korea Utara menyangkal terlibat - semua bukti sepertinya mengarah kepada adik tirinya di Pyongyang. Tetapi apa motifnya?

Ayah mereka, Kim Jong-il, memiliki kehidupan percintaan yang rumit. Dia memiliki dua istri resmi dan paling tidak tiga simpanan. Kim Jong-il menjadi ayah lima anak. Kim Jong-nam adalah anak dari selir pertama Song Hye-rim.

Kim Jong-un adalah anak laki-laki termuda dari selir kedua Ko Yong-hui, mantan aktris kelahiran Jepang. Kim Jong-il merahasiakan semua selir dan anak-anak mereka. Mereka hidup di villa rahasia, terpisah dari masing-masing. Meskipun memiliki ayah yang sama, Kim Jong-nam dan Kim Jong-un tidak pernah bertemu.

Sebagai anak laki-laki tertua, Kim Jong-nam sejak lama dipandang sebagai orang yang berpeluang besar menjadi pengganti Kim Jong-il. Tetapi pada tahun 2001, dia ditangkap karena berusaha memasuki Jepang dengan menggunakan paspor palsu. Dia berencana mengunjungi Disneyland Tokyo.

'Putra mahkota' Korea Utara itu terekam dalam video, digiring ke pesawat dan dideportasi. Bagi ayahnya, ini adalah sebuah penghinaan yang tidak bisa dimaafkan. Kim Jong-nam dicabut dari daftar penerus dan diasingkan ke Cina. Tapi, benarkah seperti ini alur ceritanya?

Pertanyaan ini layak diajukan karena episode ini bukan menggambarkan keseluruhan cerita.

Wartawan Jepang Yoji Gomi adalah satu dari segelintir orang yang mengenal dekat Kim Jong-nam. Ia beberapa kali bertemu dengan Kim Jong-nam di Beijing dan Makao. Dari penuturan Gomi kita tahu kehidupan Kim Jong-nam, meski tidak secara utuh.

"Kim Jong-nam dikeluarkan dari daftar suksesi sebelum peristiwa Disneyland Tokyo," kata Gomi kepada saya.

Gomi mengatakan keretakan hubungan dimulai setelah Kim Jong-nam kembali dari sekolah asrama di Swiss pada akhir tahun 1980-an. Pengalaman hidup di Eropa selama sembilan tahun sangat mempengaruhinya.

Di tahun 1990-an, Korea Utara mengalami kelaparan parah yang dinamakan "mars kesulitan". Keruntuhan dukungan ekonomi setelah berakhirnya Uni Soviet, dan sejumlah banjir parah, membuat negara itu tak memiliki persediaan pangan yang mencukupi. Dalam empat tahun, sekitar satu sampai empat juta orang meninggal karena penyakit dan kekurangan gizi.

Menurut Gomi, Kim Jong-nam menginginkan ayahnya mengubah sistem ekonomi Korea Utara. Dia menghendaki reformasi ala Cina, yang memungkinkan terjadinya sejumlah reformasi pasar dan properti pribadi.

"Kim Jong-il sangat marah kepadanya," kata Gomi. "Dia mengatakan Kim Jong-nam harus mengubah pemikirannya atau dia harus pergi keluar Pyongyang."

Wartawan Bradley K Martin setuju dengan pandangan Gomi. Dia menulis biografi penting tentang dinasti Kim, melalui karya besar berjudul Under the Loving Care of the Fatherly Leader.

"Kim Jong-nam ditolak bukan karena dia pergi ke Disneyland," katanya. Kasus itu mungkin hanya dalih. "Saya pikir ayahnya tidak malu (akibat kasus Disneyland Tokyo). Saya pikir Kim Jong-nam membicarakan berbagai hal terkait kebijakan dan perlunya perubahan, dan ayahnya tidak suka."

Kim Jong-nam diasingkan ke Beijing.

Pewaris berikutnya seharusnya adalah anak laki-laki tengah Kim Jong-il, Kim Jong-chol. Tetapai sepertinya dia tidak pernah dipertimbangkan secara serius. Dia malahan memilih anak laki-laki terkecilnya, Kim Jong-un.

"Dia dipilih ayahnya karena dia adalah yang paling kejam dan jahat di antara anak laki-lakinya," kata Martin.

Dengan kata lain Kim Jong-un memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk meneruskan kelangsungan hidup dinasti dan mempertahankan bisnis keluarga.

Dan dia memang memperlihatkan kekejamannya. Begitu Kim Jong-il meninggal dan Kim Jong-un mengambil alih, saudara tirinya mulai gelisah, kata Gomi.

"Setelah Kim Jong-il meninggal, Kim Jong-nam tiba-tiba merasa tidak aman. Terakhir kali kami berhubungan adalah pada bulan Januari 2012. Saat itu Kim Jong-nam mengatakan kepada saya, 'Saudara laki-lakiku dan dinasti Kim akan melakukan suatu hal yang membahayakan diriku."

Martin percaya Kim Jong-un berada di balik pembunuhan kakaknya.

"Ini sama dengan pembunuhan (pamannya) Chang Song-thaek," katanya. "Chang dituduh merencanakan kudeta. Kita (media Barat) tidak memperhatikannya. Kemudian Kim Jong-un menyasar saudara laki-lakinya. Kami memiliki sejumlah laporan yang menyebutkan Chang pergi ke Cina dan mengatakan, 'Mari habisi Kim Jong-un dan menggantinya dengan Kim Jong-nam'. Kim memandang, 'Paman dan kakak laki-laki saya berencana menentang saya dan bersekongkol dengan Cina.' Ini alasan yang kuat."

Itu hanyalah sebuah teori, tetapi kesimpulan selanjutnya sulit dibantah.

"Sekarang tidak ada lagi ancaman terhadap kekuasaan Kim Jong-un. Penentang dari dalam sudah hilang."

Kim Jong-un sekarang menjadi penguasa tertinggi. Tetapi apa yang sebenarnya diinginkannya dari negaranya yang kecil dan miskin?

Perjalanan

Pada musim panas tahun 1998, Kim Jong-un kembali ke Korea Utara, karena sekolahnya di Swiss libur. Dia sedang di rumah keluarga besar di pantai dekat Wonsan.

Dia berada di kereta untuk kembali ke ibu kota Pyongyang. Duduk bersamanya, sambil mengamati desa dan sawah, adalah juru masak asal Jepang Kenji Fujimoto.

Dalam buku yang terbit pada 2003, Fujimoto menulis bahwa Kim Jong-un mengatakan kepadanya, "Fujimoto, negara kita terbelakang di bidang teknologi industri, bahkan dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Kita masih mengalami mati listrik."

Dia mengatakan Kim kemudian membandingkan keadaan Korea Utara dengan Cina.

"Saya dengar Cina telah berhasil dalam banyak hal. Jumlah penduduk kita 23 juta orang. Rakyat Cina jumlahnya lebih satu miliar. Bagaimana mereka dapat memasok listrik? Pastinya sulit menghasilkan cukup pangan bagi satu miliar orang. Kita perlu mengikuti contoh mereka."

Jika cerita Fujimoto benar, maka Kim Jong-un telah menyampaikan pemikiran yang sebenarnya tidak pantas berdasarkan sistem yang berlaku di Korea Utara.

Sejak 1955, ideologi penuntun Korea Utara adalah Juche. Kata yang sering kali diterjemahkan sebagai 'kemandirian'. Ini adalah "sumbangan terbesar" Kim Il-sung terjadap pemikiran Marxist-Leninist. Ada tugu peringatan besar Juche di bantaran selatan Sungai Daedong di Pyongyang. Orang-orang diminta untuk tidak meremehkan tugu ini.

Tetapi Juche adalah sebuah mitos. Korea Utara tidak mandiri dan memang tidak pernah mandiri. Dalam 40 tahun pertama negara ini nyaris 100% bergantung kepada dukungan ekonomi Moskow. Ketika Uni Soviet runtuh, ekonomi Korea Utara yang dikendalikan pemerintah juga ambruk dan rakyatnya kelaparan.

Di tengah kelaparan, rakyat Korea Utara mulai berdagang. Dari kekacauan dan keruntuhan tahun 1990-an, muncul ekonomi baru. Tidak diatur dan secara resmi tidak diakui, tetapi bisa membantu rakyat Korea Utara bertahan hidup.

Pengaruh ekonomi 'tidak resmi' ini jelas terasa saat saya mewawancarai seorang pembelot muda di Seoul pada 2012.

Presiden Korea Selatan Park Geun-hye baru saja memerintahkan penutupan Kawasan Industri Kaesong di seberang daerah demiliterisasi (DMZ) Korea Utara.

"Ketika saya mendengar berita itu, saya menghubungi ayah dan memintanya untuk pergi ke Cina dan membeli Choco Pies," kata pembelot muda itu kepada saya.

Ini membuat saya bingung.

"Maaf," kata saya,"Ayah Anda di mana?"

"Di Korea Utara," katanya.

"Bagaimana Anda menghubunginya?" tanya saya.

Ayahnya ternyata memiliki kartu sim Cina. Ini melanggar hukum dan berbahaya, tetapi yang melakukannya. Sekali seminggu dia mengunjungi perbatasan Cina, menghubungkan telepon genggam ke jaringan seluler Cina dan anak laki-lakinya bisa meneleponnya.

"Dan apa hubungannya dengan Choco Pies?" saya bertanya.

Perusahaan-perusahaan Korea Selatan yang beroperasi di Kawasan Industri Kaesong membayar sebagian upah pekerja Korea Utara dalam bentuk produk Korea Selatan. Salah satu yang paling digemari adalah Choco Pies.

Produk ini sangat populer sehingga menjadi mata uang pasar gelap di Utara. Sekarang Kawasan Kaesong ditutup, harga Choco Pies di pasar gelap meroket. Jadi dia mengatakan kepada ayahnya untuk pergi ke Cina dan membawa sebanyak mungkin kardus berisi Choco Pies.

Akan sangat menguntungkan jika punya banyak persediaan Choco Pies ini.

Di sebuah gereja di pinggiran Seoul, saya bertemu seorang pembelot yang sangat berbeda. Tubuhnya pendek dengan bahu lebar dan berotot, gigi ompong, dan logat kental sehingga penerjemah Korea Selatan pun sulit memahaminya.

"Saya seorang penyelundup," katanya.

Dia menceritakan bagaimana komplotannya menyuap pengawal perbatasan Korea Utara agar membiarkan sebagian daerah perbatasan tidak dijaga pada malam hari. Mereka kemudian melintas ke Cina membawa kepingan logam dan mineral berharga.

"Apa yang Anda selundupkan balik?" saya bertanya.

"Semua hal, makanan, pakaian, DVD, obat, barang porno," katanya. "Obat dan pornografi berbahaya."

"Apa yang paling berbahaya yang diselundupkan ke luar Korea Utara?" saya bertanya.

"Jika Anda mengambil logam dari patung Kim, Anda akan ditembak," katanya.

Barang impor dan selundupan dari Cina diperdagangkan di pasar-pasar besar yang muncul di beberapa kota.

Ini adalah ekonomi tidak resmi yang berjalan dengan baik. Kelompok baru wiraswastawan kaya dilaporkan membeli properti di Pyongyang. Ekonomi Korea Utara sedang tumbuh. Tetapi tidak terjadi pergeseran ideologi, tidak terdapat isyarat perubahan mendasar dari atas.

Kemudian pada tanggal 20 April 2018, dalam sidang pleno Partai Pekerja, Kim Jong-un menyampaikan pidato berjudul:

"Lanjutan peningkatan pembangunan sosialis diperlukan lewat tahapan baru revolusi pembangunan."

Di dalamnya Kim menyatakan pembekuan uji senjata nuklir dan peluru kendali jarak jauh dan 'garis strategis baru' yang dipusatkan pada pembangunan ekonomi Korea Utara.

Pidato ini dipandang sejumlah pengamat sebagai isyarat Kim Jong-un siap memenuhi janji yang disampaikannya di kereta, mengikuti contoh Cina.

Salah satunya adalah John Delury dari Yonsei University di Seoul.

"Strategi baru mendahulukan ekonomi, 100% pada ekonomi," katanya. "Kim mengatakan, 'Saya akan benar-benar memperbaiki ekonomi. Anda tidak lagi perlu mengetatkan ikat pinggang.'

"Dalam lima atau enam tahun terakhir terjadi sedikit perbaikan tetapi tidak ada terobosan. Dia malahan memusatkan perhatian pada program nuklir. Jadi sekarang kita menyaksikan titik balik."

Yang lainnya, seperti Bradley K Martin, tidak seyakin itu.

"Apakah dia benar-benar berpikir dapat mengubah negara ini? Saya tidak tahu. Ini tidak sejalan dengan apa yang kita ketahui tentang dirinya. Dia mempunyai kesempatan bertahun-tahun jika memang menginginkan hal itu. Dia memperlihatkan pertunjukan yang sama dengan ayah dan kakeknya. 'Mari kita membangun tugu.' Mereka masing-masing melakukan hal yang sama.

"Saya tidak melihat bukti bahwa ekonomi sudah berubah kecuali mengakui adanya ekonomi lain, yang memang diperlukan. Semua orang akan meninggal jika 'ekonomi lain' itu tidak ada."

Jika Kim Jong-un sekarang benar-benar akan membangun negaranya, dia memerlukan pencabutan sanksi. Dia membutuhkan perdagangan dan penanaman modal besar-besaran. Untuk meraih itu, Amerika Serikat dan sekutunya akan menuntutnya menghentikan 'senjata andalannya', senjata nuklirnya. Apakah itu memang keinginannya sekarang?

Manusia roket perokok berat

Dini hari tanggal 4 Juli 2017, satelit mata-mata Amerika Serikat yang terbang di atas Korea Utara, melihat kegiatan di lapangan udara di Provinsi Pyongan Utara. Pengangkut peluncur dengan 16 roda masuk ke lapangan udara. Peluru kendali besar diletakkan di atasnya.

Selama satu jam berikutnya, petugas intelijen AS menyaksikan peluru kendali berdiri dan diisi bahan bakar, siap untuk diluncurkan. Ada pria yang sedang menghisap rokok, sangat dekat dengan roket penuh bahan bakar yang mudah terbakar, kemungkinan besar adalah Kim Jong-un.

Tidak lama setelah dini hari, mesin utama peluru kendali dihidupkan dan terbang di langit, terbang hampir 3.000 km ke angkasa luar sebelum jatuh di Laut Jepang. Kim Jong-un sangat senang. Sejumlah foto yang disebarkan kemudian memperlihatkannya tertawa dan memeluk beberapa perwira senior militer. Dan di tangannya, terlihat sebatang rokok.

Pyongyang menyatakan roket tersebut adalah peluru kendali balistik antarbenua baru yang dapat mencapai Amerika Serikat dan peluncuran pada tanggal 4 Juli itu adalah hadiah untuk Presiden Donald Trump.

Korea Utara terus menjalankan program nuklirnya, meskipun memakan biaya besar biaya dan mereka menghadapi tekanan dunia agar hal tersebut dihentikan.

Setelah berkuasa di tahun 2011, Kim Jong-un dengan dramatis meningkatkan program nuklir dan peluru kendali, melakukan lebih banyak tes peluru kendali balistik dalam rentang waktu yang lebih pendek dibandingkan ayahnya.

Tanggal 29 November tahun lalu menjadi puncaknya lewat peluncuran peluru kendali baru yang besar, Hwasong 15. Kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, melaporkan peluru kendali baru ini dapat membawa 'hulu ledak kelas berat' dan bisa dipakai untuk menyerang seluruh daratan Amerika Serikat.

KCNA melaporkan Kim Jong-un 'dengan bangga menyatakan sekarang akhirnya kita telah merealisasikan langkah bersejarah merampungkan kekuatan nuklir negara'.

Banyak pengamat asing setuju bahwa sekarang Kim dapat mendaratkan serangan di AS.

Ada jeda sekitar sebulan antara pernyataan itu dan pesan Tahun Baru 2018 Kim Jong-un di mana dia menawarkan pengiriman delegasi ke Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan.

Pesan tersebut dibaca banyak orang di dunia luar sebagai perubahan dramatis yang dilakukan Kim.

Sejumlah pertanyaan sangat penting tetap ada: Mengapa Kim begitu berkeinginan mengembangkan senjata jarak jauh yang mampu mencapai AS? Apakah kegunaan peluru kendali nuklirnya?

Bagaimana Anda menjawab berbagai pertanyaan ini akan menentukan apakah Anda percaya bahwa Kim menginginkan 'hidup bersama secara damai' dengan Korea Selatan, dan siap merundingkan diakhirinya program nuklir atau tidak.

Pada KTT baru-baru ini dengan Presiden Moon, Kim Jong-un mendesak 'penghapusan nuklir sama sekali di Semenanjung Korea' dan menjanjikan penghentian tes penembakan rudal dan perlucutan fasilitas pengujian nuklir. Tetapi menurut ahli senjata nuklir Duyeon Kim, dari Forum Masa Depan Semenanjung Korea, ini bukan berarti Kim Jong-un siap melucuti secara sepihak, jauh dari itu.

"Dia benar-benar mengatakan Korea Utara adalah sebuah kekuatan nuklir," katanya. "Itulah yang dinyatakan kekuatan nuklir canggih yang bertanggung jawab. Mereka tidak lagi perlu melakukan tes setelah menguji enam nuklir. Jadi Kim Jong-un sedang memperbaiki citranya, ikut serta dalam KTT, dipandang sebagai pimpinan negara kuat, pada posisi sejajar dengan Amerika Serikat."

Terdapat pandangan umum bahwa kekuatan senjata militer Korea Utara adalah untuk pertahanan. Dinasti Kim menyaksikan jatuhnya Saddam Hussein dan Kolonel Gaddafi dan memutuskan nuklir adalah satu-satunya cara untuk menghentikan 'perubahan rezim' yang didesakkan oleh Amerika Serikat.

Para pengamat yang berpandangangan seperti ini mengatakan baik Kim Jong-un, maupun ayahnya, tidak memerlukan rudal balistik antarbenua untuk melindungi diri. Salah satunya adalah Profesor Brian Myers dari Universitas Dongseo di Busan.

Lewat sebuah pidato baru-baru ini di Royal Asiatic Society, dia mengatakan, "Ketidakmampuan kita menghentikan rezim ini memiliki senjata nuklir menunjukkan hal ini tidaklah penting untuk melindungi. Jika Korea Utara tanpa nuklir sama rentannya dengan Libia tanpa itu, maka negara itu paling tidak sudah dibom pada tahun 1998."

Alasan ini tidak terjadi karena kerapuhan Korea Selatan dalam melancarkan serangan balik. Ibu kota Seoul, yang hanya berjarak 50 km dari DMZ, masuk dalam jangkauan artileri Korea Utara.

Jadi jika Anda sepakat bahwa peluru kendali nuklir Kim tidak diperlukan untuk membela diri, lantas apa kegunaannya?

Jawabannya menurut Duyeon Kim adalah untuk meraih apa yang disebut sebagai pemisahan, mencegah Amerika Serikat memberikan bantuan ke Korea Selatan jika Pyongyang memutuskan 'bergabung menjadi satu negara Korea'.

"Berdasarkan pernyataan terbuka Korea Utara, tindakan mereka dan pernyataan pribadi para pejabat mereka, sepertinya senjata nuklir digunakan untuk mencegah dan sekaligus untuk memaksakan penggabungan kembali (dua Korea). Ini adalah sesuatu yang mereka sampaikan baik secara terbuka maupun diam-diam."

Myers sepakat bahwa senjata nuklir Kim adalah untuk reunifikasi, tetapi tidak harus dengan menggunakan kekerasan.

"Korea Utara memerlukan kemampuan untuk menyerang Amerika Serikat dengan menggunakan senjata nuklir, untuk menekan kedua musuh agar menandatangani kesepakatan damai. Ini adalah satu-satunya hal besar yang diinginkan.

"Kesepakatan dengan Washington akan mensyaratkan penarikan pasukan AS dari Semenanjung Korea. Langkah selanjutnya, seperti yang sering dijelaskan Pyongyang, adalah sejenis konfederasi Utara-Selatan yang telah diusung sejak tahun 1960. Kita akan sangat naif jika tidak mengetahui apa yang akan terjadi."

Pemikiran bahwa Korea Utara yang miskin dan terbelakang akan melakukan penggabungan dengan Korea Selatan yang modern, kaya dan lebih maju militernya sepertinya tidak masuk akal, dan kemungkinan memang seperti itu adanya.

Tetapi Bradley K Martin mengatakan, betapa pun itu tidak mungkinnya, hal ini tetaplah tujuan Pyongyang.

"Saya selalu meyakini penggabungan kembali adalah tujuan utama mereka," katanya. "Banyak orang mengatakan mereka telah meninggalkannya sejak lama, mereka sadar akan ketidakmampuannya. Mereka menganggap rendah kepercayaan diri yang dapat Anda ciptakan jika diperoleh dukungan semua orang. Jika Anda menerapkan sistem propaganda dalam kediktatoran satu orang, Anda dapat meyakinkan orang bahwa mereka dapat melakukan apa pun."

Mengejek sang pemimpin

Saya seharusnya sudah menempuh setengah perjalanan menuju Beijing. Tetapi saya sekarang duduk di sebuah ruangan menjemukan di sebuah hotel di Pyongyang. Di dinding terdapat foto Kim Il-sung dan Kim Jong-il menatap ke bawah.

Sekarang, ekspresi mereka terlihat jahat.

Saya bingung, kaget. Di seberang meja, seorang pria kurus berwajah keriput karena bertahun-tahun merokok, menatap dengan wajah mengancam.

"Ini semua akan segera berakhir dan Anda dapat pulang," katanya, memutar-mutar rokok yang belum dihidupkan di tangan kanannya. "Jika Anda mengakui kejahatan dan meminta maaf, semua hal ini akan selesai. Jika Anda menolak, situasinya akan makin runyam.

Satu jam sebelumnya, saya berada di bandara Pyongyang bersiap-siap terbang ke Beijing. Sekarang saya ditanyai selama berjam-jam, kemungkinan akan berhari-hari.

Kejahatan saya, menurut si penanya, adalah 'menghina pemimpin negara, Kim Jong-un'. Tiba-tiba saja saya menjadi sangat khawatir.

Ini adalah pelanggaran serius. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa didakwa menghina Kim Jong-un. Tetapi pertanyaan ini menjadi tidak penting. Saya sudah diputuskan bersalah. Sekarang sang interogator harus mendapatkan pengakuan saya.

Menjelang malam ada perubahan tim dan ancaman semakin menakutkan. Interogator baru menatap dengan mata dingin dan kejam.

"Saya yang menyelidiki Kenneth Bae," katanya. "Anda tahu kan maksud saya?"

Saya paham. Kenneth Bae adalah pastor Amerika asal Korea yang dihukum 15 tahun kerja paksa oleh Korea Utara. Dia menjalaninya selama 735 hari sebelum dicapai kesepakatan untuk membebaskannya.

Interogasi yang saya alami menakutkan tetapi juga mirip mimpi. Saya diundang ke Pyongyang untuk meliput kunjungan tiga pemenang Hadiah Nobel. Kemudian saya ditahan dan diancam hukuman penjara karena rezim yang berkuasa tidak menyukai tulisan saya.

Saya 'telah gagal memahami' undangan yang saya terima untuk meliput ke Korea Utara: tidak mempertanyakan versi kebenaran Korea Utara yang mereka sampaikan untuk dunia luar. Saya telah melakukan pelanggaran, saya telah menjadi musuh.

Beberapa minggu kemudian di Seoul seorang pembelot senior Korea Utara menjelaskan.

"Kejahatan Anda bukan hanya karena mengkritik Kim Jong-un, tetapi tempat di mana Anda melakukannya," katanya. "Yaitu di ibu kotanya sendiri."

Dia yakin satu-satunya orang yang dapat memenjarakan dan membebaskan saya adalah Kim Jong-un.

"Anda sangat beruntung bisa keluar," katanya.

Profesor Paik Hak-soon adalah direktur Center for North Korean Studies, Sejong Institute, Korea Selatan. Dia juga berpikir saya beruntung dapat dibebaskan 'hanya' dengan pengusiran.

"Jati diri Kim adalah sebagai seorang raja," katanya. "Harga dirinya tidak mengizinkan adanya kritik atau oposisi. Orang atau negara yang mempertanyakan atau menentangnya, sudah pasti akan dihukum."

Korea Utara memiliki sejarah panjang penahanan orang asing karena pelanggaran kecil. Kim Jong-un terutama terkenal karena hal ini. Sejak tahun 2011, 12 warga asing dan empat warga Korea Selatan ditahan Pyongyang.

Tiga bulan sebelum penahanan saya, pada tahun 2016 seorang wisatawan Amerika, Otto Warmbier, dihukum 15 tahun kerja paksa karena mencuri poster propaganda dari dinding sebuah hotel. Hukumannya dipandang tidak sebanding dengan dugaann kejahatannya.

Warmbier pada akhirnya dikembalikan ke AS karena mengalami cedera otak yang parah, dan meninggal beberapa hari kemudian. Banyak pengamat memandang kasusnya ini tidak biasa. Tahanan Amerika jarang disiksa secara fisik - karena terlalu berharga.

Bagi Pyongyang, tahanan AS adalah pion permainan diplomatik. Mereka memaksa pemerintah Amerika untuk melakukan perundingan panjang dan akhirnya mengirim utusan tokoh terkenal untuk memastikan terjadinya pembebasan secara fisik. Mantan Presiden AS Jimmy Carter adalah salah satunya. Tahun 2009 mantan Presiden Bill Clinton mengunjungi Pyongyang untuk membawa pulang dua wartawan Amerika yang ditahan.

David Straub, pensiunan diplomat AS, mendampingi Bill Clinton pada kunjungan tersebut.

"Pihak Korea Utara pada dasarnya mendesak kedatangan Bill Clinton dan itulah satu-satunya cara untuk mengembalikan kedua wartawan," katanya. "Jelas bahwa Korea Utara hanya menginginkan foto Kim Jong-il dengan Bill Clinton, sehingga mereka dapat menunjukkan kepada rakyatnya dan dunia, dan merasa puas karena dapat memaksa Amerika untuk mematuhi kemauannya."

Tetapi apa yang benar-benar diinginkan Kim Jong-un bukan seorang mantan presiden. Dia menginginkan pejabat yang sebenarnya, ia menginginkan presiden Amerika yang masih menjabat.

Pada tanggal 9 Mei, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo tiba di Pyongyang, lawatan keduanya dalam waktu kurang dari satu bulan. Dia bertemu Kim Jong-un dan tiga warga AS yang dipenjara Korea diserahkan kepadanya.

Orang yang paling lama ditahan adalah Kim Dong-chul, pengusaha Amerika keturunan Korea berusia 65 tahun yang dipenjara selama 952 hari di Korea Utara. Presiden Trump meminta ketiganya dibebaskan sebagai persyaratan KTT dengan Kim Jong-un.

Sementara dia menyalami tahanan yang dibebaskan di Lapangan Angkatan Udara Andrews, presiden AS mengatakan, "Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Kim Jong-un, yang telah memperlakukan tiga orang ini dengan sangat baik."

Hiperbol seperti ini menunjukkan besarnya keinginan Presiden Trump untuk mengadakan KTT pertama dengan pemimpin Korea Utara. Kim Jong-un hampir meraih tujuannya.

Penulis: Rupert Wingfield-Hayes

Produksi online: Ben Milne

Grafis: Joy Roxas

Foto: Alamy; EPA; Getty Images; Reuters

Editor: Finlo Rohrer

Tanggal penerbitan: 23 Mei 2018

Dibuat dengan menggunakan Shorthand

Semua foto memiliki hak cipta

Let's block ads! (Why?)

Baca dong http://www.bbc.com/indonesia/dunia-44355690

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Kim Jong-un: Bukan 'putra mahkota' tapi akhirnya bisa menjadi pemimpin Korea Utara"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.