Ditempa isu penjara, demonstrasi besar-besaran, hingga upaya kudeta, Erdogan dianggap terbentuk menjadi pemimpin tak terkalahkan, terutama sejak menjabat sebagai presiden pada 2014 lalu.
Ia juga berhasil meretas batas keagamaan di Turki yang berstatus negara liberal meski berpenduduk mayoritas Muslim, dengan menggaungkan program infrastruktur "proyek gila" dan menerapkan kebijakan asing lebih tegas.
Bagi para pendukung, Erdogan menjadi penyambung lidah untuk suara-suara mayoritas Muslim konservatif. Ia juga dianggap mampu membawa Turki ke tingkat ekonomi dan kesejahteraan lebih tinggi, membuat bangsa semakin terpandang di kancah internasional. Namun, kubu pembenci justru menganggap Erdogan menyeret Turki ke jalur berbahaya, menuju jurang otoriter layaknya Sultan Ottoman.
"Erdogan tak pernah lebih kuat dari ini. Namun kini, mulai ada tanda penurunan ketangkasan Erdogan menentukan situasi politik Turki yang dapat membuat namanya tergelincir," ujar Kemal Kirisci dari Brookings Institute.
Satu hal yang pasti, Erdogan menghadapi tantangan terbesar dalam pemilu pada Minggu (24/6), apalagi dengan kehadiran Muharrem Ince yang disebut-sebut dapat menandingi karisma sang presiden.
Juru kampanye kelas berat
Jika ada kontes pemenang pemilu global, Erdogan mungkin bisa disebut sebagai petarung kelas berat.
Dalam satu setengah dekade, Erdogan sudah memenangkan 12 pemilihan umum, lima pemungutan suara legislatif, tiga referendum, tiga pemilu lokal, dan satu pilpres.
Dikenal dengan sebutan "Ketua", Erdogan dapat memukau para penentangnya dengan berkampanye di tiga hingga empat kota hanya dalam waktu satu hari.
Satu-satunya kekalahan Erdogan terjadi pada Juni 2015, ketika partai tempatnya bernaung, AKP, memenangkan suara terbanyak tapi tak mencapai status mayoritas untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.Namun, Erdogan menolak membentuk koalisi karena pemerintah semacam itu hanya ada di "Turki lama." Ia pun menyerukan untuk menggelar pemilihan umum pada November 2015, di mana partainya kembali memenangkan suara mayoritas.
Pada April 2017, Erdogan membentuk konstitusi baru yang menghapus jabatan perdana menteri, kebijakan yang dianggap sebagai upaya untuk membuat kembali otokrasi. Namun, upaya itu tak berdampak begitu besar bagi politik Erdogan yang sudah dimulai sejak dua dekade silam.
Perubahan konstitusi yang dicanangkan Erdogan mendapatkan dukungan dari mayoritas kecil warga Turki. (REUTERS/Umit Bektas)
|
Lahir dari wilayah kelas pekerja di distrik Kasimpasa, Istanbul, dan tumbuh di dekat Laut Hitam, Erdogan mulai dikenal dalam gerakan politik Islam baru yang menentang dominasi sekuler. Ia lantas menjadi Wali Kota Istanbul yang terkenal pada 1994.
Masa jabatannya dipangkas ketika ia diadili dan ditahan selama empat bulan karena dianggap menyulut kebencian keagamaan ketika membacakan puisi Islamis. Namun ternyata, peristiwa itu justru membuat namanya semakin melambung.
Erdogan kemudian membentuk AKP, menggantikan partai Islam lama bentukaan mentornya, Necmettin Erbakan, yang dilarang. Membawa nama AKP, Erdogan menang telak dalam pemilu 2002 dan menjadi perdana menteri enam bulan kemudian.
Pencapaian awal Erdogan di antaranya adalah serangkaian reformasi untuk menghapus hukuman mati yang menarik perhatian Uni Eropa, hingga memulai proses damai dengan militan Kurdi.Permulaan era pecah belah bangsa di tangan Erdogan terjadi pada musim panas 2013, ketika terjadi protes besar-besaran untuk menentang pengubahan fungsi taman Istanbul menjadi pusat perbelanjaan. Saat itu, Erdogan menyebut para demonstran sebagai "hooligan."
Ketegangan kian parah ketika di tahun yang sama, mencuat skandal korupsi yang melibatkan lingkaran dalam Erdogan. Para penentang Erdogan menggunakan tuduhan itu sebagai senjata, tapi pendukung sang presiden menyebutnya sebagai sampah.
Kudeta gagal mewarnai masa kekuasaan Erdogan. (Reuters/Tumay Berkin)
|
Proses masuk ke Uni Eropa pun tertunda, hingga ia mengeluh karena Ankara masih "terus dibuat menunggu di depan pintu." Tak hanya itu, perundingan damai pemerintah dengan Kurdi juga gagal.
Hingga akhirnya, muncul pergerakan besar-besaran untuk mengudeta Erdogan. Meski gagal, kudeta ini dianggap sebagai awal mula kebangkitan ancaman dari dalam negara.
Erdogan menuding gerakan ini didalangi oleh mantan sekutunya sendiri, Fethullah Gulen, ulama Islam yang hidup di pengasingan di Amerika Serikat dan masih memiliki pengaruh besar di Turki.
Sejak saat itu, Erdogan memerintahkan penangkapan besar-besaran pengikut Gulen. Sekitar 77 ribu orang ditangkap, membuat hubungan Erdogan dengan negara-negara Barat kian terpuruk.Tak hanya Gulen, Erdogan juga mengasingkan sejumlah mantan sekutu lainnya, termasuk Abdullah Gul, rekan yang membantunya mendirikan AKP. Kini, Gul sendiri diperkirakan akan menentang kepemimpinan Erdogan dalam pemilu hari ini, Minggu (24/6).
(has/aal)
Baca dong https://www.cnnindonesia.com/internasional/20180624130027-134-308583/erdogan-pemimpin-garang-yang-ingin-tercatat-sejarahBagikan Berita Ini
0 Response to "Erdogan: Pemimpin Garang yang Ingin Tercatat Sejarah"
Posting Komentar