Search

Yahya Staquf Ingin Ubah Mindset Orang Yahudi soal Palestina

Jakarta, CNN Indonesia -- Tokoh Nadlatul Ulama (NU) Yahya Cholil Staquf menegaskan lawatan kontroversialnya ke Yerusalem pada 10 Juni lalu dilakukan untuk memperjuangkan perdamaian Israel dan Palestina. Ia berkunjung ke Yerusalem untuk memenuhi undangan sebagai salah satu pembicara forum global yang digelar American Jewish Committee (AJC).

Dalam forum yang dihadiri tokoh Yahudi dan agama lain dari seluruh dunia itu, Yahya berusaha mengungkapkan pandangannya mengenai langkah yang harus dilakukan umat beragama dalam menyikapi dan menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

"Semua orang tahu bahwa Israel dan Palestina merupakan salah satu konflik keagamaan yang paling penting dan signifikan secara global. Karena itu, untuk melakukan sesuatu terkait konflik ini, kita perlu buat upaya dalam skala lebih luas," kata Yahya dalam wawancara khusus dengan CNNIndonesia TV, Sabtu (23/6).


Forum AJC, kata Yahya, memberi kesempatan untuk menyampaikan pesan yang akan tersebar secara global dengan audiensi luas. Yahya mengaku ingin melakukan perlawanan dengan gerakan perdamaian di dalam Israel itu sendiri.

Menurut Yahya, dialog lintas agama seperti itu lebih efektif mencari solusi damai bagi konflik Israel-Palestina yang telah bergulir lebih dari setengah abad itu.

Dia menganggap pendekatan politik bahkan militer yang selama ini dilakukan pemerintah Palestina-Israel dan komunitas internasional tak mampu menyelesaikan masalah karena ada kepentingan politik dibalik setiap kesepakatan.

"Selama ini pemerintah Palestina dan Israel kalau berunding kan--karena takut rugi dan kalau rugi akan kehilangan dukungan politik dari rakyat--maka mereka tidak berpikir solusi, tapi lebih kepada mencari keuntungan dari perundingan itu," ujar Yahya.

Yahya Staquf Bicara Gusdur, Yahya Cholil ingin lanjutkan pemikiran Gus Dur soal konflik Palestina-Israel. (EUTERS)

Anggota dewan pertimbangan presiden (Wantimpres) ini menambahkan bahkan ketika kesepakatan Israel-Palestina ditandatangani, mereka masih bisa berpikir soal kerugian dari perjanjian itu dan mereka dengan mudah secara sepihak melanggar perjanjian itu.

"Sudah banyak kesepakatan yang dibuat dan sebagian gagal karena pihak-pihak ini begitu saja meninggalkan komitmen mereka," tambah Yahya.


Saat berbicara dalam forum tersebut, Yahya bercerita bahwa dirinya menganjurkan agar seluruh umat atau kelompok tidak lagi bepikir bahwa agamanya yang paling benar. Menurutnya sikap supremasi dan ingin menjadi yang paling dominan menjadi salah satu sumber konflik, terutama dalam bergama.

"Saya juga katakan kepada teman-teman Yahudi di sana bahwa bukan hanya pola pikir umat Islam saja yang berubah, umat Yahudi juga harus berubah, termasuk pemerintah Israel," tutur Yahya.

Katib Aam Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) saat di Israel meminta pola pikir orang Yahudi harus mengembangkan wawasan untuk tidak lagi menganggap diri mereka sebagai bangsa yang paling mulia di antara umat manusia supaya tidak menimbulkan permusuhan.

"Ini semua adalah problem mendasar hubungan kemanusiaan kita yang belum ada solusi selama berabad-abad. Kalau kita teruskan konflik ini, apa masa depannya? Apa mungkin Palestina dan Arab bisa hapus Israel dari muka bumi? Sulit. Apakah Israel bisa hancurkan Palestina dan hancurkan dunia Arab? Tidak mungkin," urai Yahya.


Yahya mengatakan jalan terakhir yang akan terjadi jika konflik ini terus bergulur adalah kehancuran bersama. Lebih lanjut, Yahya menerangkan bahwa jalan keluar konflik Israel-Palestina adalah seluruh pihak harus menjunjung tinggi konsep rahmah atau kasih sayang yang bisa diterima oleh semua umat beragama.

"Rahmah itu harus datang dari seluruh pihak. Jelas bahwa rakyat palestina sakit hati dengan apa yg selama ini dilakukan oleh Israel. Saya sendiri sakit hati melihatnya. Tapi lalu sesudah ini kita mau apa? Mau balas dendam? Mau cari apa? Apakah mau terus meluncurkan roket ke wilayah Israel?" ucap Yahya.

"Kita boleh sakit hati, tap kita juga bisa tetap pilih Rahmah. Ini saya pikir bisa jadi platform moral," tambah Yahya.


Pilihan untuk menghadirkan rahmah atau kasih sayang di tengah konflik Palestina-Israel, imbuh Yahya, juga merupakan ikhtiarnya untuk melanjutkan konstruksi pemikiran yg pernah diajukan Presiden ke-4 RI Abdurrahmah Wahid atau Gusdur 16 tahun lalu.

"Pemikiran Gusdur 16 tahun lalu itu konflik Palestina memerlukan elemen baru. Tidak hanya sekedar aspek militer dan politik yang selama ini dilakukan dan terbukti gagal," kata Yahya.

Yahya pun berharap akan ada hasil positif di masa depan jika seluruh umat beragama bisa menjunjung tinggi konsep ini dalam memperkuat gerakan tuntut perdamaian.

(DAL)

Let's block ads! (Why?)

Baca dong https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180623201657-32-308439/yahya-staquf-ingin-ubah-mindset-orang-yahudi-soal-palestina

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Yahya Staquf Ingin Ubah Mindset Orang Yahudi soal Palestina"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.