
Kesepakatan antara Trump dan Kim tersebut memberikan angin segar bagi hubungan ekonomi kedua negara yang telah terputus selama beberapa dekade, meski Trump menegaskan sanksi terhadap Korut baru akan dicabut saat negara tersebut bebas nuklir.
Dikutip dari CNN.com, AS sebenarnya telah lama melontarkan gagasan untuk memberikan bantuan ekonomi dengan imbalan pelucutan senjata. Dengan hasil pertemuan tersebut, Korut dinilai sejumlah analis siap untuk menjalin hubungan ekonomi yang lebih terbuka dengan dunia luar.
Asal tahu saja, Mei lalu Hyundai, salah satu perusahaan terbesar Korea Selatan dan mantan investor Korut yang telah hengkang sejak lama dari Korut mengaku telah menyiapkan satuan tugas dalam persiapan untuk memulai kembali proyek-proyek ekonomi di Korea Utara. Sementara Wakil Perdana Menteri Korea Selatan Kim Dong-yeon, mengatakan Seoul telah mempertimbangkan berbagai skenario untuk kerjasama ekonomi yang lebih besar.
Berdasarkan Strategi Byungjin yang diadopsi oleh Kim Jong Un sejak ia berkuasa pada 2011, Korea Utara telah fokus membangun gudang senjata nuklir, yang saat ini menjadi kunci dalam negosiasi dengan AS.
Meski Kim tidak mengejar reformasi ekonomi ala Tiongkok, beberapa orang memperkirakan ia akan melakukannya. Para ahli mengatakan telah terjadi revolusi yang tenang di Korut, dengan liberalisasi yang terkontrol pada bisnis negara dan berkembangnya perusahaan swasta.
Ada pula tanda-tanda politikus pembaharuan mulai mempengaruhi pemikirkiran Kim. Pak Pong Ju, yang diberhentikan sebagai perdana menteri Korut pada 2007 karena mengejar liberalisasi pasar, telah dipulihkan posisinya sejak 5 tahun lalu. Ia sekarang memiliki tanggung jawab untuk ekonomi Korut.
"Saat ini tidak lagi tabu untuk berbicara tentang bisnis atau kewirausahaan dan kebutuhan untuk menghasilkan uang," kata Nils Weisensee, Head of Operations for Choson Exchange.
Choson telah menjalankan bootcamps startup di Korut selama lebih dari enam tahun, melatih ribuan wirausaha pemula dalam mulai dari ide hingga tahap konsep ke pasar, perencanaan keuangan, riset konsumen, dan keterampilan utama lainnya.
"Orang Korea (Korut) yang kami latih di workshop berasal dari latar belakang yang beragam. Choson Exchange memiliki cukup nama di (Korut) sekarang, ada banyak perusahaan yang ingin mengirim staf mereka sehingga orang belajar bagaimana menjadi manajer yang lebih baik, belajar bagaimana berinovasi lebih banyak," terang dia.
Korut dinilai memiliki potensi perekonomian yang cukup menjanjikan. Negara ini diperkirakan memiliki cadangan mineral berbentuk besi, emas, seng, grafit dan mineral langka lainnya
yang berfungsi untuk memproduksi telpon pintar.
Cadangan mineral tersebut diproyeksi bernilai US$6 triliun.
Menurut laporan Pusat Studi Stragis dan Internasional, tambang-tambang mineral tersebut saat ini masih beroperasi di bawah kapasitas. Banyak pula sumber daya tetap yang tidak dieksploitasi karena kekurangan energi dan akses peralatan terbaru.
Selama bertahun-tahun, pembeli utama mineral Korut adalah China yang menjadi sekutu utama negara tersebut. Pada 2015, China mengimpor jutaan dolar batubara dan bijih besi, serta mineral dan logam mulia lainnya dari negara tersebut.
Perdagangan lintas batas itu telah dirugikan oleh sanksi yang dimulai oleh AS. Namun, baru-baru ini terdapat lonjakan harga perumahan di Dandong, sebuah kota di sisi Cina perbatasan Korut.
Di sisi lain, Korea Selatan (Korsel) disebut tengah mengincar cadangan mineral Korut. Kementerian Infrastruktur dan Transportasi Seoul belum lama ini menawarkan rencana pengembangan industri pertambangan di Korut. (agi/agt)
Baca dong https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180612195956-532-305685/meramal-nasib-ekonomi-korut-usai-pertemuan-kim-dan-trumpBagikan Berita Ini
0 Response to "Meramal Nasib Ekonomi Korut usai Pertemuan Kim dan Trump"
Posting Komentar