Jakarta – John Caine Center (JCC) menilai dalam kasus pembunuhan Jamal Khashoggi ada konspirasi global, karena terlihat hembusan isu di banyak media terkemuka di dunia, menyudutkan Arab Saudi sebagai pelakunya. Padahal, kasus itu belum jelas. Fakta-fakta yang ada saat ini pun masih lemah.
Demikian dikatakan Chairman John Caine Center (JCC), Najib Salim Attamimi daam pernyataan yang diterima di Jakarta, Selasa (30/10). Dikatakan, Kerajaan Arab Saudi adalah negara yang kaya dan dilengkapi dengan fasilitas canggih, sehingga untuk menemukan jasad dan menangani kasus seperti itu, terlihat sangat mudah. Namun, jika kasus Khashoggi bagian dari konspirasi globar, akan menjadi rumit persoalannya.
"Saya berharap, banyak negara bijaksana dalam menyikapi kasus ini. Profesional dalam mengusut tuntas kasus ini. Jangan hanya mengeluarkan teriakan sumbang yang tak bernilai. Semoga, kajian dari John Caine Center (JCC) ini menjadi energi kebijaksaan banyak negara dan tidak main menyudutkan Arab Saudi,” tegasnya.
Najib mengatakan, selama sepekan ini pihaknya telah mengkaji dan meneliti berbagai fakta dan data yang “bertaburan” di media arus utama, baik media nasional maupun internasional, serta aneka media sosial. Dari kajian tersebut, paparnya, ada beberapa tafsiran dan temuan soal kasus dugaan pembunuhan seorang kolumnis di media internasional yang berbasis di ibu kota Amerika Serikat, The Washington Post itu.
Menurut dia, dari hasil kajian JCC, tak satu pun lembaga resmi negara atau pihak media yang berhasil membeberkan fakta dan alat bukti, bahwa Khashoggi dibunuh di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, setelah ia dikabarkan hilang saat mendatangi Kantor Konsulat Arab Saudi itu pada 2 Oktober lalu.
“Bahkan, Khashoggi dikabarkan mengalami penyiksaan hingga dibunuh dengan cara brutal. Ini perlu diungkap dan jelas dulu fakta penguatnya. Biar informasinya tidak simpang siur dan menyudutkan pihak kerajaan Arab Saudi,” kata dia. Berdasarkan data AFP, kata Najib, tidak ada bukti yang memperkuat kronologi hilangnya Khashoggi, pada 2 Oktober lalu, saat ia diduga berada di kantor Konsulat Arab Saudi.
Dikatakan, saat Khashoggi memasuki kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul, diduga tak kunjung keluar dan menampakkan diri. Data yang berkembang menyebutkan, keberadaan Jamal Khashoggi memang terekam dalam kamera pengawas atau CCTV saat melangkahkan kaki ke dalam gedung konsulat untuk mengurus surat cerai. “Namun, belum diketahui secara detil apakah benar itu sosok Khashoggi atau orang lain yang mirip. Ini masih belum jelas dan masih terkategori data liar,” kata Najib.
Khashoggi memang dikabarkan akan mengurus surat yang dibutuhkan agar dia dapat menikahi kekasihnya yang berasal dari Turki. Sehari setelahnya, The Washington Post mengangkat kabar mengenai Khashoggi yang belum juga terlihat sejak masuk ke kantor konsulat, Selasa siang waktu Turki.
Di sisi lain, otoritas Turki meyakini Khashoggi masih berada di dalam konsulat. Namun, pada Kamis, 4 Oktober 2018, Pemerintah Arab Saudi mengatakan Khashoggi menghilang setelah meninggalkan gedung. Kemudian, Duta Besar Arab Saudi dipanggil untuk bertemu Kementerian Luar Negeri Turki.
Hari ketiga setelah Khashoggi hilang, putra mahkota Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman mengatakan pernyataan serupa dengan yang disampaikan Pemerintah Arab Saudi sebelumnya bahwa Khashoggi tidak ada di konsulat. "Kami mempersilakan Pemerintah Turki untuk melakukan pencarian di wilayah gedung dan halaman kedaulatan kami," kata Mohammed bin Salam.
Menurut Najib, fakta yang harus dibeber ke publik adalah apakah Khashoggi memang berada di kantor konsulat atau tidak. “Sebelum ini jelas, tidak adil bila banyak negara menyikapi dan bahkan menuduh jika Khashoggi dibunuh di kantor konsulat,” katanya.
Selanjutnya, pada Sabtu, 6 Oktober 2018, pihak kepolisian Turki langsung percaya bahwa Khashoggi telah dibunuh di dalam konsulat. “Pemerintah Turki sudah menggeledah gedung konsulat. Namun, hingga saat ini belum ada kabar penggeledahan di konsulat. Ini juga hal tidak etis yang dilakukan pemerintahan Turki. Seharusnya, jika memang menemukan fakta dan bukti kuat bahwa Khashoggi memang dibunuh di situ, hal tersebut harus dijelaskan ke publik,” ujarnya.
Selanjutnya, pada 11 Oktober 2018, Arab Saudi mengeluarkan pernyataan bahwa kamera pengawas di konsulat tidak berfungsi pada 2 Oktober 2018. “Jika memang tidak berfungsi, jelas tidak bisa berkesimpulan bahwa Khashoggi memang berada di kantor konsulat,” terangnya.
Pada 12 Oktober 2018, delegasi Arab Saudi datang ke Turki untuk membicarakan hilangnya Khashoggi yang belum juga menemui titik terang. Keesokannya, Menteri Dalam Negeri Arab Saudi menyebut pelaku pembunuhan Khashoggi yang dialamatkan kepada pihaknya sebagai dugaan tidak berdasar dan suatu kebohongan.
“Baru pada 15 Oktober 2018, petugas Forensik Turki memasuki gedung konsulat yang menjadi tempat terakhir keberadaan Khashoggi. Yang aneh, mengapa Amerika Serikat mulai terlibat hari itu juga. Ada apa antara Turki dan Amerika Serikat,” tanya Najib.
Saat itu pula, 15 Oktober 2018, Presiden AS Donald Trump langsung mengirim Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo ke Arab Saudi untuk mendiskusikan permasalahan itu. Tepat dua minggu setelah Khashoggi hilang, pada 16 Oktober 2018, Menlu Pompeo bertemu dengan Mohammed bin Salman di Riyadh, untuk membahas hal tersebut.
Tak hanya AS yang masuk dalam kasus tersebut. Satu hari setelahnya, giliran Pompeo bertemu dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusogli untuk membahas masalah yang sama. “Kasus itu mulai melebar dan semakin keras tuduhan kepada Arab Saudi, walau fakta dugaan Khashoggi dibunuh belum jelas,” tutur Najib.
Kemudian, pada 18 Oktober 2018, para menteri dari Inggris, Prancis, Belanda, dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin keluar dari konverensi penanaman modal besar yang diselenggarakan di Arab Saudi. Dengan situasi seperti ini dan dengan banyak negara yang serentak menghujat Arab Saudi, paparnya, terlihat semakin jelas ada konspirasi global dalam kasus Khashoggi.
“Banyak negara yang mengecam Arab Saudi, yang tidak berdasarkan temuan fakta dan hingga kini jenazah Khashoggi belum juga ditemukan,” katanya. JCC, kata Najb, sangat setuju jika pihak kerajaan Arab Saudi mengambil langkah untuk mengadili kasus Khashoggi di Arab Saudi.
“Namun, terlebih dahulu, harus ditemukan di mana jasad korban. Karna itu, pihak Kerajaan Arab Saudi segera bertindak untuk menemukan jasad jurnalis tersebut. Setelah itu, baru dilakukan proses pengadilan untuk para pelakunya,” kata dia.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "JCC: Ada Konspirasi Global di Balik Kematian Khashoggi"
Posting Komentar